aaaaa

Bolehkah Pihak Bank Memberikan Data Nasabah Ke Bank Lain?

Pentingnya kita mengetahui dahulu tentang apa yang dimaksud dengan rahasia bank itu. Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), “rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”

Baca Juga: Perbedaan Hukum Pidana Dan Hukum Perdata

Dari definisi tersebut, jelas kiranya bahwa yang diatur adalah rahasia bank terkait nasabah penyimpan, termasuk keterangan mengenai nasabah penyimpan di bank yang wajib dirahasiakan. Ini sejalan dengan yang diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan yang mengatakan “bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”

Baca Juga: Jual Beli Tidak Menghapuskan Sewa Menyewa

Namun ada beberapa pengecualian bagi bank untuk memberikan rahasia bank itu, yaitu dalam hal-hal berikut:

1) Untuk kepentingan perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (Pasal 41 ayat (1) UU Perbankan).

2) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A ayat (1) UU Perbankan).

3) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Pasal 42 ayat (1) UU Perbankan).

4) Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU 7/1992).

5) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992).

6) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis

Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas permintaan, persetujuan, atau kuasa (secara tertulis) dari nasabah penyimpan (Pasal 44A ayat (1) UU Perbankan).

7) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat (2) UU Perbankan). 

Disini kita ketahui bahwa bank boleh melakukan tukar-menukar informasi mengenai keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Menurut penjelasan Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992, tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. 

Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Tentang kewajiban bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (PBI 2/19/2000) yang penulis akses dari laman resmi Bank Indonesia:

“Bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan Nasabah”. 

Akan tetapi hal itu tidak berlaku untuk [Pasal 2 ayat (4) PBI 2/19/2000]:

  1. kepentingan perpajakan;
  2. penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
  3. kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
  4. kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya;
  5. tukar menukar informasi antar Bank;
  6. permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis;
  7. permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia.

Sangat perlu dipahami, informasi yang diberikan bank yang satu kepada bank lainnya adalah untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, agar bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau bank lain. Sehingga melihat ketentuan pengecualian di atas, jika pemberian informasi nasabah tersebut bukan untuk tujuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Peraturan Bank Indonesia, maka tidak seharusnya hal itu dilakukan oleh bank.

Sekian penjelasan dari penulis semoga dapat bermanfaat dan terimakasih telah mengunjungi situs hukumkeadilan.com. 


Baca Juga:

Belum ada Komentar untuk "Bolehkah Pihak Bank Memberikan Data Nasabah Ke Bank Lain?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel