Hak Asuh Anak Ketika Orang Tua Bercerai
Pernikahan bagi sebahagian orang adalah jalan hidup untuk mencari kebahagian, berharap pernikahan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Namun tidak semua keluarga yang dapat merasakan dan menciptakan cita-cita mereka, banyak pula hubungan rumah tangga berakhir dengan kata perceraian. Banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya perceraian dari hal yang sepeleh sampai ke hal yang tidak dapat dipublikasikan ke umum.
Baca Juga: Tujuan Pernikahan
Ketika perceraian terjadi hal yang sering diperebutkan adalah hak asuh anak. Lantas dalam kasus ini siapakah yang berhak atas hak asuh anak ketika orang tuanya bercerai?
Dalam Undang-undang Kompilasi Hukum Islam tepatnya Pasal 105 dikatakan.
“Dalam hal terjadinya perceraian :
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah
hak ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih
diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
c. biaya pemelliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
Jelas dikatakan bahwa jika terjadi perceraian orang tua maka hak asuh anak yang dibawah umur jatuh kepada ibunya.
Timbul pertanyaan bagi kaum suami, apakah kami benar-benar tidak mendapatkan hak asuh terhadap anak? Padahal kami mengetahui ketidak pantasan serta kekurangan ibunya.
Pihak suami bisa dan berhak mendapatkan hak hadhanah anak jika pihak suami dapat meyakinkan hakim dengan bukti-bukti bahwa ibunya tidak akan mampu untuk memberikan jaminan kehidupan yang layak baik secara jasmani, rohani karena sikap atau gaya hidup si ibu yang mungkin akan merugikan serta tidak terpenuhinya hak-hak anak pada tahap tumbuh kembangnya.
Hal ini juga bersandarkan pada bunyi Pasal 156 huruf (c) Kompilsi Hukum Islam yang berbunyi”
“Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula”.
Sehingga, tidak selamanya pula hak asuh anak akan langsung diserahkan kepada kerabat dari ibu lurus keatas, karena dari beberapa kasus contohnya saja publik figur dunia keartisan adanya hak asuh anak diberikan hakim kepada ayah dari si anak, jadi tidak tutup kemungkinan seorang ayah mendapatkan hak asuh atas anaknya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah mengenai hak asuh anak non muslim berbeda dengan yang beragama muslim
Berdasarkan Pasal 31 ayat 1 undang-undang perkawinan baik yang beragama Muslim maupun Non-muslim, hak asuh anak di bawah umur tetap jatuh kepada ibunya.
Sementara bagi yang non-muslim, dasar hukumnya merujuk pada Yurisprudensi (putusan pengadilan terdahulu), sebagai berikut:
1.Putusan Mahkamah Agung RI No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 dinyatakan bahwa : “..Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu..”
2.Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975, menyatakan: “Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak yang menjadi kriterium, kecuali kalau terbukti bahwa Ibu tersebut tidak wajar untuk memelihara anaknya.”
Sehingga telah jelas mengenai siapa yang berhak untuk mendaatkan hak anak korban perceraian. Menurut penulis, bagi para pasangan suami istri yang ingin ketahap perceraian ada baiknnya arif dan bijaksana dalam hal anak demi menjaga terbentuknya tumbuh kembang anak yang baik dengan cara memenuhi hak jasmani dan rohani anak dan mengenyampingkan masalah pribadi diantara keduanya, karena posisi anak adalah korban ketika terjadi perceraian.
Demikian semoga bermanfaat.
Baca Juga: Perselingkuhan Yang Dapat Dipidanakan
Belum ada Komentar untuk "Hak Asuh Anak Ketika Orang Tua Bercerai"
Posting Komentar